By: Mohammad Bahauddin,M.Hum
Ketua Rijalul Ansor Kota 2016-2018
A. Keutamaan Bulan Dzulhijjah
Ketahuilah, sesungguhnya termasuk hikmah dan kesempurnaan Alloh, Dia mengkhususkan sebagian makhluknya dengan beberapa keutamaan dan keistimewaan. Melebihkan sebagian waktu dan tempat dengan ganjaran dan pahala yang besar. Diantaranya adalah Alloh mengkhususkan sebagian bulan dan hari dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan dan hari yang lain. Agar menjadi ladang bagi seorang muslim untuk menambah amalan dan kecintaannya terhadap ketaatan. Menuai pahala dan meraih ridhoNya. Menggugah semangat baru dalam beramal, sebagai bekal untuk kampung nan abadi. Ingatlah, umur manusia seluruhnya adalah musim untuk menjalankan ketaatan dan menuai pahala. Beribadah dan menjalankan ketaatan hingga maut menjemput. Alloh berfirman:
واعبد ربك حتى يأتيك اليقين
Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian). (QS. al-Hijr: 99)
Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk memanfaatkan umur dan waktunya sebaik mungkin. Memperbanyak dan memperbagusi ibadah serta amalan hingga maut menjemput, lebih-lebih pada bulan dan hari yang penuh dengan keutamaan. Di antara bulan-bulan yang penuh dengan keistimewaan adalah bulan Dzulhijjah
Kita telah memasuki bulan Dzulhijjah. Ada sebuah perkara atau sebuah keutamaan yang sangat besar sekali yang hendaknya kita bergembira dengannya. Apa itu??? Yaitu sepuluh awal bulan Dzulhijjah. Ini sebuah kesempatan yang sangat agung. Kesempatan yang sangat emas sekali untuk kita meraih keutamaan pahala yang sangat besar, mendulang pahala sebanyak-banyaknya.
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan dalam hadistnya yang shahīh bahwa hari-hari awal sepuluh bulan Dzulhijjah itu hari yang sangat utama buat beramal shālih. Beliau bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ. يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء.
Artinya: “Tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal shālih lebih dicintai oleh Allāh melebihi dari sepuluh awal bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid)” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya dan di sini tidak ada pengecualian. Jika dikatakan bahwa amalan di hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, itu menunjukkan bahwa beramal di waktu itu adalah sangat utama di sisi-Nya.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya dan di sini tidak ada pengecualian. Jika dikatakan bahwa amalan di hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, itu menunjukkan bahwa beramal di waktu itu adalah sangat utama di sisi-Nya.
Bahkan jika seseorang melakukan amalan yang mafdhul (kurang utama) di hari-hari tersebut, maka bisa jadi lebih utama daripada seseorang melakukan amalan yang utama di selain sepuluh hari awal bulan Dzulhijah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya, “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Beliau pun menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah.” Lalu beliau memberi pengecualian yaitu jihad dengan mengorbankan jiwa raga. Padahal jihad sudah kita ketahui bahwa ia adalah amalan yang mulia dan utama. Namun amalan yang dilakukan di awal bulan Dzulhijah tidak kalah dibanding jihad, walaupun amalan tersebut adalah amalan mafdhul (yang kurang utama) dibanding jihad.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa amalan mafdhul (yang kurang utama) jika dilakukan di waktu afdhol (utama) untuk beramal, maka itu akan menyaingi amalan afdhol (amalan utama) di waktu-waktu lainnya. Amalan yang dilakukan di waktu afdhol untuk beramal akan memiliki pahala berlebih karena pahalanya yang akan dilipatgandakan”.
Sebagian ulama mengatakan bahwa amalan pada setiap hari di awal Dzulhijah sama dengan amalan satu tahun. Bahkan ada yang mengatakan sama dengan 1000 hari, sedangkan hari Arofah sama dengan 10.000 hari. Keutamaan ini semua berlandaskan pada riwayat fadho’il yang lemah (dho’if). Namun hal ini tetap menunjukkan keutamaan beramal pada awal Dzulhijah berdasarkan hadits shohih seperti hadits Ibnu ‘Abbas yang disebutkan di atas.
Dalam riwayat yang lain nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
ما من عمل أزكى عند الله عز وجل ولا أعظم أجرا من خير يعمله في عشر الأضحى.
Artinya: ” Tidak ada amalan yang lebih suci disisi Alloh dan tidak ada yang lebih besar pahalanya daripada kebaikan yang dia kerjakan pada sepuluh hari al-adha”
Ibnu Rojab mengatakan: “Hadits ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai disisi Alloh daripada beramal pada hari-hari yang lain tanpa pengecualian. Apabila beramal pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Alloh, maka hal itu lebih utama disisiNya”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang jelas, bahwa sebab keistimewaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah, karena pada bulan ini terkumpul ibadah-ibadah inti, seperti shalat, puasa, shadaqoh, haji, yang mana hal itu tidak didapati pada bulan yang lainnya”.
Di antaranya lagi yang menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut adalah firman Allah Ta’ala,
وَالْفَجْرِ 1 وَلَيَالٍ عَشْرٍ 2
“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2). Di sini Allah menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah. Makna ayat ini, ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram. Malam (lail) kadang juga digunakan untuk menyebut hari (yaum), sehingga ayat tersebut bisa dimaknakan sepuluh hari Dzulhijah. Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.
B. Amalan Sunnah di Bulan Dzulhijjah
Sesungguhnya mendapati sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah nikmat yang besar dari nikmat-nikmat Alloh. Manis dan nikmatnya hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang shalih dan bersungguh-sungguh pada harihari tersebut. Maka sudah menjadi kemestian bagi seorang muslim untuk menyingsingkan baju dan menambah kesungguhanya dalam menjalankan ketaatan pada bulan ini.
Abu Utsman an-Nahdi mengatakan: “Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.
Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:
1. Haji
Amal ini adalah yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain; sabda Nabi:
العُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّة
Artinya: “dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga”
Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’i, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan solih dan kebaikan.
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh ummat Islam yang mampu (istathoah), menguasai pengetahuan ibadah haji dan mampu mengamalkannya, mampu membiayai segala rangkaian ibadah haji ke Baitullah, mamiliki kesehatan fisik dan psikis untuk menunaikan segala rukun dan sunnah haji ke Baitullah, dan merasa aman dalam proses perjalanan haji. Memang kunci utama naik haji adalah adanya ketaqwaan untuk memenuhi panggilan Allah swt dalam menunaikan haji. Atas dasar inilah tidak sedikit orang yang mampu secara ekonomik, mereka tidak serta merta terpanggil untuk beribadah haji, alasannya bahwa mereka belum dipanggil oleh Allah swt. Padahal sudah ditegaskan bahwa siapapun yang mengaku Islam dan sudah memiliki biaya untuk naik haji, maka pada dirinya sudah terkena hukum wajib untuk haji. Bila sampai akhir hayatnya tidak pernah naik haji, maka mereka terkena dosa besar, bahkan yang bersangkutan tetap masih dikenai “hutang”. Those who fulfill these conditions and on whom Hajj becomes obligatory but they do not perform it, are great sinners. Karena itu ummat Islam yang merasa mampu, bersegeralah menata niatnya untuk menunaikan haji, agar terhindar dari kerugian yang dapat merepotkan perjalanan hidupnya kelak.
Jika haji itu hanya difahami sebagai amal yang diwajibkan saja, maka ada kesan bahwa ibadah haji lebih cenderung untuk bersifat eksternal. Padahal yang lebih baik, bahwa ibadah haji seharusnya bersifat internal. Artinya ibadah haji harus dipandang sebagai kebutuhan untuk melakukan pembersihan diri dan meningkatkan ketaqwaan, sehingga eksistensi dirinya semakin lebih bermakna, bermartabat, dan terhormat di hadapan Allah swt. Coba tanya kepada ummat Islam yang pernah naik haji, tak seorangpun yang tidak ingin kembali di masa-masa berikutnya, kendatipun proses haji sering kali melelahkan. Namun semuanya itu tetap mengasyikkan dan menyenangkan, karena jama’ah haji tidak hanya bisa khusuk beribadah di rumah Allah swt, melainkan juga bertemu dengan saudaranya yang se-tauhid, sehingga secara tidak sadar terbangun sikap yang terpuji yang terwujud dalam perilaku respek antar sesama.
2. Puasa
Puasa ini dianjurkan bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, adapun bagi jama’ah haji maka tidak disunnahkan puasa. Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
عن بعض أزواج النبي –صلى الله عليه وسلم- قالت كان رسول الله –صلى الله عليه وسلم- يصوم تسع ذى الحجة ويوم عاشوراء وثلاثة أيام من كل شهر أول اثنين من الشهر والخميس
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya.
Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama.
Namun ada sebuah riwayat dari ‘Aisyah yang menyebutkan,
ما رأيت رسول الله –صلى الله عليه وسلم- صائما في العشر قط
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari bulan Dzulhijah sama sekali.”16 Mengenai riwayat ini, para ulama memiliki beberapa penjelasan.
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan puasa ketika itu –padahal beliau suka melakukannya- karena khawatir umatnya menganggap puasa tersebut wajib.
Imam Ahmad bin Hambal menjelaskan bahwa ada riwayat yang menyebutkan hal yang berbeda dengan riwayat ‘Aisyah di atas. Lantas beliau menyebutkan riwayat Hafshoh yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan puasa pada sembilan hari awal Dzulhijah. Sebagian ulama menjelaskan bahwa jika ada pertentangan antara perkataan ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sembilan hari Dzulhijah dan perkataan Hafshoh yang menyatakan bahwa beliau malah tidak pernah meninggalkan puasa sembilan hari Dzulhijah, maka yang dimenangkan adalah perkataan yang menetapkan adanya puasa sembilan hari Dzulhijah.
Namun dalam penjelasan lainnya, Imam Ahmad menjelaskan bahwa maksud riwayat ‘Aisyah adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa penuh selama sepuluh hari Dzulhijah. Sedangkan maksud riwayat Hafshoh adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di mayoritas hari yang ada. Jadi, hendaklah berpuasa di sebagian hari dan berbuka di sebagian hari lainnya. Lebih-lebih berpuasa di hari tarwiyyah-arofah
Sebab Musabbab Puasa Tarwiyyah-Arofah:
Nabi Ibrahim A.S adalah salah satu diantara para nabi yangg kaya raya dan dermawan. Beliau pernah berqurban sebanyak 1000 ekor kambing, 300 ekor sapi, dan 200 ekor unta. Belum pernah umat pada masa sekarang yg pernah berqurban sebanyak qurbannya Nabi Ibrahim A.S tersebut. Karena dermawannya maka banyak diantara para malaikat dan manusia yg memuji kedermawanan beliau.
Mendengar pujian dari para malaikat dan manusia, menjadikan Nabi Ibrohim sampai berucap " jangankan hanya hewan, jika Allah menginginkan, anakpun aku qurbankan". Demikian kira-kira yg diucapkan Nabi Ibrahim A.S.
Suatu ketika itu Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi dari Allah utk menyembelih putra kesayangannya (Ismail). Namun Nabi Ibrahim belum yakin kalau mimpi itu datangnya dari Allah. Beliau merenung dan berpikir (rawwa-yurowwi-tarwiyyah). Maka hari itu kemudian dinamakan “hari tarwiyyah” ( tgl 8 Dzulhijjah). Baru pada hari kedua mimpinya (tgl 9 Dzulhijjah) beliau mulai mengetahui ('Arafa) akan takwil mimpinya, bahwa perintah menyembelih putranya dalam mimpinya benar-benar dari Allah. Sehingga hari tersebut dinamai “hari 'arafah”. Pada hari ketiga mimpinya (tgl 10,dzulhijjah), Beliau benar-benar melaksanakan perintah Allah dalan mimpinya tersebut yakni menyembelih putra kesayangannya (Ismail). Seperti diterangkan dalam Q.S. ash-Shafaat : 102. Oleh karenanya pada hari tersebut dikatakan sebagai “hari nahr”. Namun Allah Swt ternyata mempunyai rencana lain. DikirimkanNya seekor kambing dari syurga untuk mengganti Ismail yang akan disembelih.
Oleh karenanya, kita sebagai umat Islam sangat dianjurkan utk puasa sunnah pada tgl 8 dan 9 Dzulhijjah ( puasa tarwiyyah dan arafah) sebagai bentuk takdzim kita atas pengorbanan nabi Ibrohim menyembelih putranya.
a. Puasa Tarwiyyah
Puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits yang artinya bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Seperti dalam sabda Nabi sebagai berikut:
صوم يوم التروية كفارة سنة ، وصوم يوم عرفة كفارة سنتين (أبو الشيخ في الثواب وابن النجار عن ابن عباس)
Artinya: Puasa hari Tarwiyah menghapuskan dosa setahun, puasa hari Arafah menghapuskan dosa dua tahun. Hadist tersebut tercantum dalam kitab Kanzul Ummal, Jami’ Imam Suyuthi, diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Al-Tsawab
Dikatakan hadits ini dloif (kurang kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla'ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum. Lagi pula hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa.
Do'a Niat Puasa Tarwiyah
ﻧﻮﻳﺖ ﺻﻮﻡ ﺗﺮﻭﻳﻪ ﺳﻨﺔ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ
NAWAITU SAUMA TARWIYAH SUNNATAN LILLAHI TA’ALAH Artinya : “Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta’ala.”
b. Puasa Arofah
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni pada saat diberlangsungkannya wukuf di tanah Arafah tanggal 9 Dzulhijah oleh para jamaah haji. Wukuf di Arafah bisa dikatakan sebagai inti dari pada pelaksanaan ibadah haji. Karena itu puasa Arafah ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa-puasa lainnya. Keutamaan puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda:
صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية
Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, dan puasa Assyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lepas. (HR. Muslim)
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengenai hari ‘Arafah : ‘dapat menghapus dosa-dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang’ ;
⏳ berkata Al-Maawardiy dalam Al-Haawiy bahwasannya hadits ini mempunyai dua penafsiran. Pertama, Allah ta’ala mengampuni dosa-dosanya selama dua tahun; Kedua, Allah ta’ala menjaganya untuk tidak berbuat dosa selama dua tahun.
⏳ As-Sarkhaasiy berkata : ‘Adapun tahun pertama, maka dosa-dosanya akan diampuni’. Ia melanjutkan : ‘Para ulama berbeda pendapat mengenai makna penghapusan dosa di tahun selanjutnya (tahun depan). Sebagian mereka mengatakan, maknanya adalah bila seseorang melakukan maksiat pada tahun itu, Allah ta’ala akan menjadikan puasa di hari ‘Arafah yang ia lakukan di tahun lalu sebagai penghapus, sebagaimana ia menjadi penghapus dosa di tahun sebelumnya. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa maknanya adalah Allah ta’ala menjaganya dari melakukan dosa di tahun depan” [Al-Majmu’ SyarhulMuhadzdzab, 6/381].
⏳ Ash-Shan’aniy rahimahullah berkata : “Sulit diterima penghapusan dosa yang belum terjadi, yaitu dosa tahun yang akan datang. Pendapat itu dibantah dengan alasan bahwa yang dimaksudkan adalah bahwa ia diberi taufiq pada tahun yang akan datang untuk tidak melakukan dosa. Hanya saja itu dinamai penghapusan untuk penyesuaian dengan istilah tahun lalu. Atau bahwa jika dia melakukan dosa tahun yang akan datang, maka ia diveri taufiq untuk melakukan sesuatu yang akan menghapuskannya” [Subulus-Salaam, 2/461]
Mengenai jenis dosa yang dihapuskan Allah ta’ala dari amalan puasa ‘Arafah, An-Nawawiy rahimahullah berkata : “Aku katakan : hadits-hadits ini mempunyai dua penafsiran : Pertama, menghapus dosa-dosa kecil dengan syarat ia tidak melakukan dosa besar. Jika ada dosa besar, maka tidak akan menghapus apapun, baik dosa besar ataupun dosa kecil. Kedua, - dan ini adalah pendapat yang lebih shahih/benar lagi terpilih – ia menghapus setiap dosa kecil. Jadi pengetiannya adalah (Allah) mengampuni semua dosanya, kecuali dosa besar.
Telah berkata Al-Qaadliy ‘Iyaadl rahimahullahu ta’ala : ‘Apa yang disebutkan dalam hadits-hadits ini berbicara tentang pengampunan terhadap dosa-dosa kecil, selain dosa besar. Inilah madzhab Ahlus-Sunnah, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan taubat atau rahmat Allah ta’ala” [Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, 6/382].
Do'a Niat Puasa Arafah
ﻧﻮﻳﺖ ﺻﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﺳﻨﺔ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ.
NAWAITU SAUMA ARAFAH SUNNATAN LILLAHI TA’ALAH Artinya: “Saya niat puasa Arofah , sunnah karena Allah ta’ala.”
Imam Nawawi berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi SAW. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari Muslim).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah RA, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi SAW berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Amal Shaleh, Dzikir dan Perbanyak Doa
Dia menjadikan media beramal tidak hanya pada satu amalan saja. Bagi yang tidak mampu haji, jangan bersedih, karena disana masih banyak amalan salih yang pahalanya tetap ranum dan siap dipetik pada bulan ini. Diantara contohnya shalat sunnah, dzikir, sadaqoh, berbakti pada orang tua, amar ma’ruf nahi mungkar, menyambung tali persaudaraan dan berbagai macam amalan lainnya. Amal-amal sholeh tersebut diantaranya:
a. Baca Tahlil
1) Tahlil di Hari 9 (Arofah) Bulan Dzul-Hijjah
Dalam Kitab “Na’tul Bidayah disebutkan “barang siapa yang membaca “لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد، وهو على كل شيء قديرٌ” maka baginya seperti membebaskan 10 budak. Adapun semakin banyak semisal 1000 kali maka hal itu lebih baik.
Disebutkan pula dalam kitab Sunan Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
«أفضل الدعاء يوم عرفة، وأفضل ما قلت أنا والنبيّون من قبلي: لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قديرٌ»
Artinya: Paling utamanya doa yang dibaca di hari Arofah dan yang paling utama saya baca dan nabi-nabi terdahulu adalah : “لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قديرٌ”.
2) Tahlil di Hari 10 Bulan Dzul-Hijjah
Dikutip dari Al-Allamah Al-Wana’I dalam kitabnya bahwa Nabi bersabda:
من قال في عشر ذي الحجة كل يوم عشر مرات: لا إله إلا الله عدد الدهور، لا إله إلا الله عدد أمواج البحور، لا إله إلا الله عدد النبات والشجر، لا إله إلا الله عدد القطر والمطر، لا إله إلا الله عدد لمح العيون، لا إله إلا الله خيرٌ مما يجمعون، لا إله إلا الله من يومنا هذا إلى يوم يُنفخُ في الصور، غفر له ما تقدّم من ذنبه وما تأخّر».
Artinya: Barang siapa membaca di hari 10 dari bulan Dzul Hijjah “لا إله إلا الله عدد الدهور، لا إله إلا الله عدد أمواج البحور، لا إله إلا الله عدد النبات والشجر، لا إله إلا الله عدد القطر والمطر، لا إله إلا الله عدد لمح العيون، لا إله إلا الله خيرٌ مما يجمعون، لا إله إلا الله من يومنا هذا إلى يوم يُنفخُ في الصور” sebanyak 10 kali, maka Allah akan mengampuninya dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang.
Dan dalam tulisan sebagian ulama’, hal yang sering dibaca di hari 10 dzul-hijjah (10 kali) adalah sebagai berikut:
لا إله إلا الله عدد الليالي والدُّهور. لا إله إلا الله عدد الأيام والشهور. لا إله إلا الله عدد أمواج البحور. لا إله إلا الله عدد أضعاف الأجور. لا إله إلا الله عدد القطر والمطر. لا إله إلا الله عدد أوراق الشجرِ. لا إله إلا الله عدد الشّعر والوَبَر. لا إله إلا الله عدد الرمل والحجر. لا إله إلا الله عدد الزَّهر والثمر. لا إله إلا الله عدد أنفاس البشر. لا إله إلا الله عدد لمح العيون. لا إله إلا الله عدد ما كان وما يكون. لا إله إلا الله تعالى عما يشركون. لا إله إلا الله خير مما يجمعون لا إله إلا الله في الليل إذا عسعس. لا إله إلا الله في الصبح إذا تنفَّس. لا إله إلا الله عدد الرِّياح في البرارِي والصخور. لا إله إلا الله من يومنا هذا إلى يوم يُنفخُ في الصور. لا إله إلا الله عدد خلقه أجمعين. لا إله إلا الله من يومنا هذا إلى يوم الدين.
b. Baca Surat Al-Ikhlas
Dalam kitab “al-Da’awat” terdapat hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas R.A:
من قرأ قل هو الله أحد ألف مرة يوم عرفة أعطِي ما سأل
Artinya: “Barang siapa membaca Q.S Al-Ikhlas (قل هو الله أحد) sebanyak 1000 kali di hari arofah, maka ia dapat meminta apa yang diinginkan”
c. Baca Tasbih
Disebutkan oleh Al-Allamah Syarif Ma’ al-Ainain dalam kitab “Ba’tu Al-Bidayah Wa Taushif al-Nihayah” bahwa sebagian kalimat yang dibaca di hari 10 bulan dzul-hijjah dan yang merupakan pemberian dari guru saya adalah catatan beliau bahwa Nabi SAW ketika mengajarkan ke sahabat-sahabatnya berupa bacaan:
حسبِيَ الله وكفى، سمع الله لمن دعا، ليس وراءه منتهى، من توكّل على الله كُفِي، ومن اعتصم بالله نجا
d. Baca Doa
Memperbanyak do’a ampunan dan pembebasan dari api neraka ketika itu karena hari Arofah adalah hari terkabulnya do’a. Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
Artinya: “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arofah.”[HR. Tirmidzi no. 3585]
Dalam kitab at-Targhib diriwayatkan oleh Muad bin Jabal bahwa Nabi bersabda ada 5 malam yang jika dihidupkan dengan amalan-amalan maka pahalanya adalah surga, malam itu salah satunya adalah malam tarwiyah, malam arofah dan malam nahr. sedangkan yang lain adalah idul fitri dan malam nisfu sya’ban.
عن معاذ بن جبل قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من أحيا الليالي الخمس، وجبت له الجنة: ليلة التروية، وليلة عرفة، وليلة النحر، وليلة الفطر، وليلة النصف من شعبان
Dalam riwayat laian bahwa terdapat 5 malam yang dimana doa tidak akan ditolak pada malam tersebut yakni malam jumuah, awal malam rajab, malam nisyfu sya’ban, malam idul fitri dan malam idul adha.
روي عن ابن عمر رضي الله تعالى عنهما قال: "خمس ليال لا يرد فيهن الدعاء: ليلة الجمعة، وأول ليلة من رجب، وليلة النصف من شعبان، وليلة القدر، وليلتا العيدين.
Malam idul adha dapat dikategorikan sebagai salah satu malam yang baik untuk beribadat dan berdoa dikarenakan keumuman dalil dimana setiap malam ada satu saat yang mustajabah doa.
Adapun doa yang dibaca sebagai berikut:
1) Doa yang dibaca pada hari 1-10 bulan Dzul-Hijjah
(اللهم) فرَجَكَ القريبَ (اللهم) ستركَ الحصينَ (اللهم) معرُوفَك القديمَ (اللهم) عوائدَك الحسنةَ (اللهم) عطاك الحسنَ الجميلَ، يا قديم الإحسان إحسانك القديمَ، يا دائم المعرُوفِ معروفك الدائمَ
2) Doa yang dibaca di hari 9 (hari arofah)
اللهم لك الحمد كالذي نقولُ، وخيرًا مما نقول، اللهم لك صلاتي ونسُكي ومحيايَ ومماتي، وإليك مآبي، ولك ربّي تُراثي، اللهم إني أعوذُ بك من عذاب القبر ووسوسة الصدرِ وشتاتِ الأمر. اللهم إني أعوذُ بك من شرِّ ما تجيء به الريح.
الحمد لله رب العالمين، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم. لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد يحيي ويميتُ وهو حيٌّ لا يموتُ، بيده الخيرُ وهو على كل شيء قديرٌ.
(اللهم) اجعل في قلبي نورًا، وفي سمعي نورًا، وفي بصري نورًا، وفي لساني نورًا (اللهم) اشرح لي صدري ويسِّر لي أمري.
(اللهم) رب الحمد لك الحمد كما نقولُ وخيرًا مما نقول، لك صلاتي ونسكي ومحيايَ ومماتي، وإليك مآبي وإليك تُراثي. (اللهم) إني أعوذ بك من وساوس الصدر وشتَاتِ الأمر، وعذاب القبر (اللهم) إني أعوذ بك من شرّ ما يلجُ في الليل، ومن شرّ ما يلج في النهار، ومن شرّ ما تهبّ به الرياح، ومن شرّ بوائق الدَّهر. (اللهم) إني أعوذ بك من تحوُّل عافيتك، وفجأة نقمتك وجميع سخطك (اللهم) اهدني بالهدَى، واغفر لي في الآخرة والأولى يا خير مقصُود، وأسنى منْزُول به، وأكرم مسئول ما لديه أعطني العشية أفضلَ ما أعطيتَ أحدًا من خلقك، وحجّاج بيتك يا أرحم الراحمين.
(اللهم) يا رافع الدرجات، ومنزل البركات، ويا فاطرَ الأرَضين والسموات، ضجَّت إليك الأصواتُ بصنوف اللغات، يسألونك الحاجات وحاجتي إليك أن لا تنساني في دار البِلَى إذا نسيني أهلُ الدنيا (اللهم) إنك تسمعُ كلامي، وترى مكاني، وتعلمُ سرِّي وعلانيتي، ولا يخفى عليك شيءٌ من أمري، أنا البائسُ الفقيرُ، المستغيث المستجيرُ، الوجلُ المشفقُ المعترفُ بذنبه أسألك مسألة المسكين، وأبتهلُ إليك ابتهال المذنب الذّليل وأدعوك دعاء الخائف الضرير، دعاء من خضعتْ لك رقبته، وفاضت لك عبرته، وذلَّ لك جسده، ورغِم لك أنفه (اللهم) لا تجعلني بدعائك رب شقيًّا، وكن بي رؤوفًا رحيمًا، يا خيرَ المسئولين، وأكرم المعطين.
(إلهي) من مدح لك نفسه فإني لائم نفسي (إلهي) أخرست المعاصي لساني فما لي وسيلة من عملٍ، ولا شفيع سوى الأملِ (إلهي) إني أعلمُ أن ذنوبي لم تُبق لي عندك جاهًا، ولا للاعتذار وجهًا، ولكنك أكرمُ الأكرمين (إلهي) إن لم أكن أهلاً أن أبلغ رحمتك فإنّ رحمتك أهلٌ أن تبلغني، ورحمتك وسعت كلّ شيء وأنا شيء (إلهي) إن ذنوبي وإن كانت عظامًا ولكنها صغارٌ في جنبِ عفوك، فاغفرها لي يا كريمُ (إلهي) أنت أنت، وأنا أنا، أنا العوَّادُ إلى الذنوب، وأنت العوّاد إلى المغفرة (إلهي) إن كنتَ لا ترحم إلا أهل طاعتك، فإلى من يفزَع المذنبون؟ (إلهي) تَجنّبتُ عن طاعتك عمدًا، وتوجهت إلى معصيتك قصدًا، فسبحانك ما أعظمَ حجتك عليّ، وأكرم عفوَك عني، فبوُجوب حجتك عليّ وانقطاع حُجتي عنك وفقري إليك، وغناك عني إلا غفرت لي يا خيرَ من دعاهُ داعٍ، وأفضلَ من رجاه راجٍ بحرمة الإسلام وبذِمة محمد عليه السلام أتوسّل إليك فاغفر لي جميع ذنوبي، واصرفني من موقفي هذا مقضيّ الحوائج، وهب لي ما سألتُ، وحقق رجائي فيما تمنّيتُ (إلهي) دعوتك بالدعاء الذي علّمتنيه فلا تحرمني الرجاءَ الذي عرّفتنيه (إلهي) ما أنت صانع العشية بعبدٍ مقرٍّ لك بذنبه؟ خاشعٍ لك بذِلّته، مستكين بجُرمه، متضرّع إليك من عمله، تائب إليك من اقترافه، مستغفرٍ لك من ظلمة، مبتهلٍ إليك في العفو عنهُ، طالبٍ إليك نجاح حوائجه، راجٍ إليك في موقفه مع كثرة ذنوبه، فيا ملجأ كلِّ حيّ، ووليَّ كل مؤمن، من أحسن فبِرَحمتك يفوزُ، ومن أخطأ فبخطيئته يهلك (اللهم) إليك خرجنا، وبفنائك أنخنا، وإياك أمَّلنا، وما عندك طلبنا، ولإحسانك تعرَّضنا، ورحمتك رَجونا، ومن عذابك أشفقنا، وإليك بأثقال الذنوب هربنا، ولبيتك الحرام حججنا. يا من يملك حوائج السائلين، ويعلمُ ضمائر الصامتين، يا من ليس معه ربٌّ يُدعَى، ويا من ليس فوقه خالقٌ يُخشَى، ويا من ليس له وزيرٌ يؤتى، ولا حاجبٌ يرشى، يا من لا يزدادُ على كثرة السؤال إلاَّ جُودًا وكرَمًا، وعلى كثرة الحوائج إلاّ تفضيلاً وإحسانًا. (اللهم) إنك جعلتَ لكلِّ ضيفٍ قرًى ونحن أضيافك فاجعل قِرَانًا منك الجنة (اللهم) إن لكل وفدٍ جائزةً، ولكل زائرٍ كرامة، ولكل سائل عطيةً، ولكل راجٍ ثوابًا، ولكل ملتمس لما عندك جزاءً، ولكل مسترحم عندك رحمةً، وكل راغبٍ إليك زُلفَى، ولكل متوسّل إليك عفوًا، وقد وفدنا إلى بيتك الحرام، ووقفنا بهذه المشاعر العظام، وشهدنا هذه المشاهد الكرام، رجاءً لما عندك فلا تخيبْ رجاءنا. (اللهم) تابعتَ النِّعم حتى اطمانت الأنفسُ بتتابع نعمك، وأظهرتَ العبر حتى نطقتِ الصوامتُ بحجتك، وظاهرتَ المنن حتى اعترف أولياؤك بالتقصير عن حقّك، وأظهرتَ الآيات حتى أفصحتِ السموات والأرضون بأدلّتك، وقهرتَ بقدرتك حتى خضع كل شيء لعزّتك، وعنتِ الوجوهُ لعظمتك. إذا أساء عبادك حلُمت وأمهلت، وإن أحسنوا تفضّلت وقبِلتَ، وإن عصَوا سترتَ، وإذا أقبلنا إليك قرُبت، وإذا ولّينا عنك دعوت. (إلهنا) إنك قلتَ في كتابك المبين لمحمد خاتم النبيين؛ ﴿قل للذين كفروا إن ينتهوا يُغفر لهم ما قد سلف﴾ فأرضاك عنهم الإقرار بكلمة التوحيد بعد الجحود، وإنا نشهد لك بالتوحيد مُخْبتِينَ، ولمحمد بالرسالة مخلصين، فاغفر لنا بهذه الشهادة سوالف الإجرام، ولا تجعل حظّنا فيه أنقص من حظِّ من دخل في الإسلام (إلهنا) إنك أحببت التقرُّب إليك بعتق ما ملكَت أيماننا ونحن عبيدُك، وأنت أولى بالتفضّل فأعتقنا، وإنك أمرتنا أن نتصدّق على فقرائنا ونحن فقراؤك وأنت أحق بالتطوُّل فتصدَّقْ علينا، ووصيتنا بالعفو عمن ظلمنا وقد ظلمْنا أنفسنا وأنت أحقّ بالكرم فاعف عنا، ربنا اغفر لنا وارحمنا أنت مولانا، ربنا آتنا في الدنيا حسنةً وفي الآخرة حسنةً وقنا برحمتك عذاب النار.
3) Doa yang dibaca pada malam idul adha (hari ke 10)
(اللهم) ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار (اللهم) إني ظلمتُ نفسي ظلمًا كبيرًا كثيرًا وإنه لا يغفرُ الذنوبَ إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني إنك أنت الغفور الرحيم (اللهم) اغفر لي مغفرةً من عندك تُصلحُ بها شأني في الدارين، وارحمني رحمةً منك أسعدُ بها في الدارين، وتُب عليّ توبة نصوحًا لا أنكثها أبدًا، وألزِمني سبيل الاستقامة لا أزيغُ عنها أبدًا. (اللهم) انقُلني من ذُلِّ المعصية إلى عزِّ الطاعة، وأغنني بحلالك عن حرامك، وبطاعتك عن معصيتك، وبفضلك عمن سواك، ونوِّر قلبي وقبري، وأعِذني منَ الشرِّ كلِّه، واجمع لي الخيرَ كله، استودَعتُك ديني وأمانتي، وقلبي وبدني، وخواتيم عملي، وجميعَ ما أنعمتَ به عليّ وعلى جميع إحبَّائي والمسلمين أجمعين.
4) Doa Nabi Khidir
اللهم اغفر لنا ذنوبنا ولوالدينا ولمشايخنا ولأصحاب الحقوق علينا، ولمن أوصانا بالدعاء، ولمن أحسنَ إلينا والمسلمين، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
يا من لا يشغَلُه شأنٌ عن شأنٍ، ولا سمع عن سمع، ولا تشتبه عليه الأصواتُ، يا من لا تُغلّطه المسائل، ولا تختلف عليه اللغات، يا من لا يُبْرِمه إلحاحُ الملِحِّين، ولا تضجره مسألة السائلين، إذِقنا بَردَ عفوِك وحلاوة مناجاتك.
4. Takbir
Membaca takbir (Allahu Akbar) dan memperbanyak dzikir pada hari-hari ini, Allah ta'ala berfirman:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
"Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari–hari yang telah ditentukan". (QS. Al Hajj: 28).
Hari-hari yang telah di tentukan dalam ayat ini ditafsirkan dengan sepuluh hari Dzul Hijjah.
Para ulama berpendapat bahwa disunahkan pada hari-hari ini untuk memperbanyak dzikir, sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar termaktub dalam musnad Imam Ahmad:
فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد
"Maka perbanyaklah pada hari-hari ini tahlil, takbir dan tahmid"
Imam Bukhari menjelaskan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah mereka berdua pergi ke pasar pada sepuluh hari Dzul Hijjah untuk menggemakan takbir pada khalayak ramai, lalu orang-orang mengikuti takbir mereka berdua. Ishaq meriwayatkan dari para ahli fiqih pada masa tabi'in, bahwa mereka mengucapkan pada sepuluh hari Dzul Hijjah:
الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
Dan disunnahkan pula mengeraskan suara ketika melantunkan takbir di tempattempat umum, seperti: di pasar, di rumah, di jalan umum atupun di masjid dan di tempattempat yang lain. Allah berfirman:
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu".
(QS. Al Baqarah: 185).
Takbir kata para ulama ada 2 macam;
· Takbir Mutlak
Kapan saja kita melakukannya, dan ini dimulai semenjak awal bulan Dzuhijjah sampai tanggal 13.
· Takbir Muqayyad
Yaitu takbir yang dilakukan setelah shalat berjamaah atau shalat fardhu. Dan ini disyari'atkan dimulai dari semenjak pagi hari tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 sore hari yaitu shalat 'Ashar.
Pesan dari penulis:
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
واعبد ربك حتى يأتيك اليقين
Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian). (QS. al-Hijr: 99)
manfaatkan umur dan waktumu sebaik mungkin dengan memperbanyak dan memperbagusi ibadah serta amalan hingga maut menjemput, lebih-lebih pada bulan dan hari yang penuh dengan keutamaan…!!!
Sahabat, mohon gunakan kalimat yg bijak dalam berkomentar